Ciri-ciri bahasa Teks Cerita Sejarah :
1. Memakai
bahasa yang menggunakan bahasa imaginatif atau perumpamaan.
2. Memakai
bahasa atau 'medok' bahasa daerah, dan isinya biasanya tentang perjuangan dan
tentang nasehat buat para kaum muda.
Macam
Contoh Teks Cerita Sejarah
a. Sage
Sage adalah
cerita lama yang berhubungan dengan sejarah, yang menceritakan keberanian,
kepahlawanan, kesaktian dan keajaiban seseorang. Beberapa contoh sage, adalah:
Calon Arang, Ciung Wanara, Airlangga, Panji, Smaradahana, dan lain-lain.
Contoh sage :
CERITA RAKYAT DARI IRIAN JAYA
Suatu saat, hiduplah seorang panglima perang bernama
Wire. Ia tinggal di desa Kramuderu. Ia mempunyai seorang anak laki-laki bernama
Caadara.
Sejak kecil Caadara dilatih ilmu perang dan bela diri oleh ayahnya. Wire
berharap, kelak anaknya bisa menggantikannya sebagai panglima perang yang
tangguh.
Tahun berganti. Caadara tumbuh menjadi pemuda yang gagah. Caadara juga tangkas
dan cakap. Wire ingin menguji kemampuan anaknya. Karena itulah ia menyuruh
pemuda itu berburu di hutan.
Caadara mengumpulkan teman-temannya. Lalu mereka berangkat berburu. Mereka
berjalan melewati jalan setapak dan semak belukar. Di hutan mereka menemui
banyak binatang. Mereka berhasil menombak beberapa binatang.
Dari hari pertama sampai hari keenam, tak ada rintangan yang berarti untuk
Caadara dan anak buahnya. Tapi esok harinya mereka melihat anjing pemburu.
Kedatangan anjing itu menandakan bahaya yang akan mengancam.
Caadara dan anak buahnya segera siaga. Mereka menyiapkan busur, anak panah,
kayu pemukul, dan beberapa peralatan perang. Mereka waspada.
Tiba-tiba terdengar pekikan keras. Sungguh menakutkan! Anak buah Caadara
ketakutan. Tapi Caadara segera menyuruh mereka membuat benteng pertahanan.
Mereka menuju tanah lapang berumput tinggi. Tempat itu penuh semak belukar. Di
sana mereka membangun benteng untuk menangkis serangan musuh.
Tiba-tiba muncullah 50 orang suku Kuala. Mereka berteriak dan menyerang Caadara
dan anak buahnya. Tongkat dan tombak saling beradu. Sungguh pertempuran yang
seru. Caadara tidak gentar. Ia memimpin pertempuran dengan semangat tinggi.
Padahal jumlah anak buahnya tak sebanding dengan jumlah musuh.
Caadara berhasil merobohkan banyak musuh. Sedangkan musuh yang tersisa
melarikan diri.
Betapa kagumnya teman-teman Caadara melihat anak panglima perang Wire. Mereka
segan dan kagum padanya. Mereka pulang sambil mengelu-elukan Caadara.
Kampung gempar dibuatnya. Wire sungguh bangga. Ia juga terharu sehingga
berlinang air mata. Tak sia-sia latihan yang diberikan pada Caadara.
Kampung gempar mendengarnya. Ayahnya terharu dan berlinang air mata. Pesta
malam hari pun diadakan. Persiapan menyerang suku Kuala pun diadakan, karena
mereka telah menyerang Caadara.
Esok harinya, Caadara diberi anugerah berupa kalung gigi binatang, bulu kasuari
yang dirangkai indah, dengan bulu cendrawasih di tengahnya.
Kemudian masyarakat desa mempelajari Caadara Ura, yaitu taktik perang Caadara.
Taktik itu berupa melempar senjata, berlari, menyerbu dengan senjata, seni
silat jarak dekat, dan cara menahan lemparan kayu. Nama Caadara kemudian tetap
harum. Ia dikenal sebagai pahlawan dari desa itu.
b. Legenda
Definisi dan
Pengertian Legenda adalah cerita rakyat yang dianggap benar-benar terjadi yang
ceritanya dihubungkan dengan tokoh sejarah, telah dibumbui dengan keajaiban,
kesaktian, dan keistimewaan tokohnya. Bila melihat dari Definisi Dan Pengertian
Legenda maka Legenda dapat di bagi menjadi empat kelompok.
Legenda ada
empat kelompok sebagai berikut :
1. Legenda
Keagamaan
Di dalam
legenda keagamaan banyak kita jumpai kisah-kisah para wali penyebar Islam,
misalnya, Sunan Kalijaga dan Syekh Siti Jenar di Jawa, sedangkan di Bali dapat
kita temui legenda tentang kisah Ratu Calon Arang.
2. Legenda
Kegaiban.
Legenda ini
berkisah tentang kepercayaan rakyat pada alam gaib, misalnya kerajaan gaib
orang Bunian di rimba raya Sumatra, kerajaan gaib Pajajaran di Jawa Barat,
kerajaan gaib Laut Kidul di Jawa Tengah dan Yogyakarta, dan Si Manis Jembatan
Ancol dari Jakarta.
3. Legenda
Perseorangan
Legenda
perseorangan menceritakan tokoh tertentu yang dianggap pernah ada dan terjadi,
misalnya Sabai nan Aluih dan Si Pahit Lidah dari Sumatra, Si Pitung dan Nyai
Dasima dari Jakarta, Lutung Kasarung dari Jawa Barat, Rara Mendut dan Jaka
Tingkir dari Jawa Tengah, Suramenggolo dari Jawa Timur, serta Jayaprana dan
Layonsari dari Bali.
4. Legenda
Lokal
Legenda
lokal adalah legenda yang berhubungan dengan nama tempat terjadinya gunung,
bukit, danau, dan sebagainya. Misalnya, legenda terjadinya Danau Toba di
Sumatra, Sangkuriang (legenda Gunung Tangkuban Parahu) di Jawa Barat, Rara
Jonggrang di Yogyakarta dan Jawa Tengah, Ajisaka di Jawa Tengah, dan Desa
Trunyan di Bali.
Contoh
Legenda :
Legenda
Rakyat Jawa Barat
Pada jaman
dahulu kala disebelah utara kota garut ada sebuah desa yang penduduknya
kebanyakan adalah petani. Karena tanah di desa itu sangat subur dan tidak
pernah kekurangan air, maka sawah-sawah mereka selalu menghasilkan padi yang
berlimpah ruah. Namun meski begitu, para penduduk di desa itu tetap miskin
kekurangan.
Hari masih
sedikit gelap dan embun masih bergayut di dedaunan, namun para penduduk sudah
bergegas menuju sawah mereka. Hari ini adalah hari panen. Mereka akan menuai
padi yang sudah menguning dan menjualnya kepada seorang tengkulak bernama Nyai
Endit.
Nyai Endit
adalah orang terkaya di desa itu. Rumahnya mewah, lumbung padinya sangat luas
karena harus cukup menampung padi yang dibelinya dari seluruh petani di desa
itu. Ya! Seluruh petani. Dan bukan dengan sukarela para petani itu menjual
hasil panennya kepada Nyai Endit.Mereka terpaksa menjual semua hasil panennya
dengan harga murah kalau tidak ingin cari perkara dengan centeng-centeng
suruhan nyai Endit. Lalu jika pasokan padi mereka habis, mereka harus membeli
dari nyai Endit dengan harga yang melambung tinggi.
“Wah kapan ya
nasib kita berubah?” ujar seorang petani kepada temannya. “Tidak tahan saya
hidup seperti ini. Kenapa yah, Tuhan tidak menghukum si lintah darat itu?”
“Sssst, jangan kenceng-kenceng atuh, nanti ada yang denger!” sahut temannya. “Kita mah harus sabar! Nanti juga akan datang pembalasan yang setimpal bagi orang yang suka berbuat aniaya pada orang lain. Kan Tuhan mah tidak pernah tidur!”
“Sssst, jangan kenceng-kenceng atuh, nanti ada yang denger!” sahut temannya. “Kita mah harus sabar! Nanti juga akan datang pembalasan yang setimpal bagi orang yang suka berbuat aniaya pada orang lain. Kan Tuhan mah tidak pernah tidur!”
Sementara iru
Nyai Endit sedang memeriksa lumbung padinya.
“Barja!” kata nyai Endit. “Bagaimana? Apakah semua padi sudah dibeli?” kata nyai Endit.
“Beres Nyi!” jawab centeng bernama Barja. “Boleh diperiksa lumbungnya Nyi! Lumbungnya sudah penuh diisi padi, bahkan beberapa masih kita simpan di luar karena sudah tak muat lagi.”
“Ha ha ha ha…! Sebentar lagi mereka akan kehabisan beras dan akan membeli padiku. Aku akan semakin kaya!!! Bagus! Awasi terus para petani itu, jangan sampai mereka menjual hasil panennya ke tempat lain. Beri pelajaran bagi siapa saja yang membangkang!” kata Nyai Endit.
“Barja!” kata nyai Endit. “Bagaimana? Apakah semua padi sudah dibeli?” kata nyai Endit.
“Beres Nyi!” jawab centeng bernama Barja. “Boleh diperiksa lumbungnya Nyi! Lumbungnya sudah penuh diisi padi, bahkan beberapa masih kita simpan di luar karena sudah tak muat lagi.”
“Ha ha ha ha…! Sebentar lagi mereka akan kehabisan beras dan akan membeli padiku. Aku akan semakin kaya!!! Bagus! Awasi terus para petani itu, jangan sampai mereka menjual hasil panennya ke tempat lain. Beri pelajaran bagi siapa saja yang membangkang!” kata Nyai Endit.
Benar saja,
beberapa minggu kemudian para penduduk desa mulai kehabisan bahan makanan
bahkan banyak yang sudah mulai menderita kelaparan. Sementara Nyai Endit selalu
berpesta pora dengan makanan-makanan mewah di rumahnya.
“Aduh pak, persediaan beras kita sudah menipis. Sebentar lagi kita terpaksa harus membeli beras ke Nyai Endit. Kata tetangga sebelah harganya sekarang lima kali lipat disbanding saat kita jual dulu. Bagaimana nih pak? Padahal kita juga perlu membeli keperluan yang lain. Ya Tuhan, berilah kami keringanan atas beban yang kami pikul.”
Begitulah gerutuan para penduduk desa atas kesewenang-wenangan Nyai Endit.
“Aduh pak, persediaan beras kita sudah menipis. Sebentar lagi kita terpaksa harus membeli beras ke Nyai Endit. Kata tetangga sebelah harganya sekarang lima kali lipat disbanding saat kita jual dulu. Bagaimana nih pak? Padahal kita juga perlu membeli keperluan yang lain. Ya Tuhan, berilah kami keringanan atas beban yang kami pikul.”
Begitulah gerutuan para penduduk desa atas kesewenang-wenangan Nyai Endit.
Suatu siang
yang panas, dari ujung desa nampak seorang nenek yang berjalan
terbungkuk-bungkuk. Dia melewati pemukiman penduduk dengan tatapan penuh iba.
“Hmm, kasihan para penduduk ini. Mereka menderita hanya karena kelakuan seorang saja. Sepertinya hal ini harus segera diakhiri,” pikir si nenek.
Dia berjalan mendekati seorang penduduk yang sedang menumbuk padi.
“Nyi! Saya numpang tanya,” kata si nenek.
“Ya nek ada apa ya?” jawab Nyi Asih yang sedang menumbuk padi tersebut
“Dimanakah saya bisa menemukan orang yang paling kaya di desa ini?” tanya si nenek
“Oh, maksud nenek rumah Nyi Endit?” kata Nyi Asih. “Sudah dekat nek. Nenek tinggal lurus saja sampai ketemu pertigaan. Lalu nenek belok kiri. Nanti nenek akan lihat rumah yang sangat besar. Itulah rumahnya. Memang nenek ada perlu apa sama Nyi Endit?”
“Saya mau minta sedekah,” kata si nenek.
“Ah percuma saja nenek minta sama dia, ga bakalan dikasih. Kalau nenek lapar, nenek bisa makan di rumah saya, tapi seadanya,” kata Nyi Asih.
“Tidak perlu,” jawab si nenek. “Aku Cuma mau tahu reaksinya kalau ada pengemis yang minta sedekah. O ya, tolong kamu beritahu penduduk yang lain untuk siap-siap mengungsi. Karena sebentar lagi akan ada banjir besar.”
“Nenek bercanda ya?” kata Nyi Asih kaget. “Mana mungkin ada banjir di musim kemarau.”
“Aku tidak bercanda,” kata si nenek.”Aku adalah orang yang akan memberi pelajaran pada Nyi Endit. Maka dari itu segera mengungsilah, bawalah barang berharga milik kalian,” kata si nenek.
Setelah itu si nenek pergi meniggalkan Nyi Asih yang masih bengong.
“Hmm, kasihan para penduduk ini. Mereka menderita hanya karena kelakuan seorang saja. Sepertinya hal ini harus segera diakhiri,” pikir si nenek.
Dia berjalan mendekati seorang penduduk yang sedang menumbuk padi.
“Nyi! Saya numpang tanya,” kata si nenek.
“Ya nek ada apa ya?” jawab Nyi Asih yang sedang menumbuk padi tersebut
“Dimanakah saya bisa menemukan orang yang paling kaya di desa ini?” tanya si nenek
“Oh, maksud nenek rumah Nyi Endit?” kata Nyi Asih. “Sudah dekat nek. Nenek tinggal lurus saja sampai ketemu pertigaan. Lalu nenek belok kiri. Nanti nenek akan lihat rumah yang sangat besar. Itulah rumahnya. Memang nenek ada perlu apa sama Nyi Endit?”
“Saya mau minta sedekah,” kata si nenek.
“Ah percuma saja nenek minta sama dia, ga bakalan dikasih. Kalau nenek lapar, nenek bisa makan di rumah saya, tapi seadanya,” kata Nyi Asih.
“Tidak perlu,” jawab si nenek. “Aku Cuma mau tahu reaksinya kalau ada pengemis yang minta sedekah. O ya, tolong kamu beritahu penduduk yang lain untuk siap-siap mengungsi. Karena sebentar lagi akan ada banjir besar.”
“Nenek bercanda ya?” kata Nyi Asih kaget. “Mana mungkin ada banjir di musim kemarau.”
“Aku tidak bercanda,” kata si nenek.”Aku adalah orang yang akan memberi pelajaran pada Nyi Endit. Maka dari itu segera mengungsilah, bawalah barang berharga milik kalian,” kata si nenek.
Setelah itu si nenek pergi meniggalkan Nyi Asih yang masih bengong.
Sementara itu
Nyai Endit sedang menikmati hidangan yang berlimpah, demikian pula para
centengnya. Si pengemis tiba di depan rumah Nyai Endit dan langsung dihadang
oleh para centeng.
“Hei pengemis tua! Cepat pergi dari sini! Jangan sampai teras rumah ini kotor terinjak kakimu!” bentak centeng.
“Saya mau minta sedekah. Mungkin ada sisa makanan yang bisa saya makan. Sudah tiga hari saya tidak makan,” kata si nenek.
“Apa peduliku,” bentak centeng. “Emangnya aku bapakmu? Kalau mau makan ya beli jangan minta! Sana, cepat pergi sebelum saya seret!”
Tapi si nenek tidak bergeming di tempatnya. “Nyai Endit keluarlah! Aku mau minta sedekah. Nyai Endiiiit…!” teriak si nenek.
Centeng- centeng itu berusaha menyeret si nenek yang terus berteriak-teriak, tapi tidak berhasil.
“Siapa sih yang berteriak-teriak di luar,” ujar Nyai Endit. “Ganggu orang makan saja!”
“Hei…! Siapa kamu nenek tua? Kenapa berteriak-teriak di depan rumah orang?” bentak Nyai Endit.
“Saya Cuma mau minta sedikit makanan karena sudah tiga hari saya tidak makan,” kata nenek.
“Lah..ga makan kok minta sama aku? Tidak ada! Cepat pergi dari sini! Nanti banyak lalat nyium baumu,” kata Nyai Endit.
Si nenek bukannya pergi tapi malah menancapkan tongkatnya ke tanah lalu memandang Nyai Endit dengan penuh kemarahan.
“Hei Endit..! Selama ini Tuhan memberimu rijki berlimpah tapi kau tidak bersyukur. Kau kikir! Sementara penduduk desa kelaparan kau malah menghambur-hamburkan makanan” teriak si nenek berapi-api. “Aku datang kesini sebagai jawaban atas doa para penduduk yang sengsara karena ulahmu! Kini bersiaplah menerima hukumanmu.”
“Ha ha ha … Kau mau menghukumku? Tidak salah nih? Kamu tidak lihat centeng-centengku banyak! Sekali pukul saja, kau pasti mati,” kata Nyai Endit.
“Tidak perlu repot-repot mengusirku,” kata nenek. “Aku akan pergi dari sini jika kau bisa mencabut tongkatku dari tanah.”
“Dasar nenek gila. Apa susahnya nyabut tongkat. Tanpa tenaga pun aku bisa!” kata Nyai Endit sombong.
“Hei pengemis tua! Cepat pergi dari sini! Jangan sampai teras rumah ini kotor terinjak kakimu!” bentak centeng.
“Saya mau minta sedekah. Mungkin ada sisa makanan yang bisa saya makan. Sudah tiga hari saya tidak makan,” kata si nenek.
“Apa peduliku,” bentak centeng. “Emangnya aku bapakmu? Kalau mau makan ya beli jangan minta! Sana, cepat pergi sebelum saya seret!”
Tapi si nenek tidak bergeming di tempatnya. “Nyai Endit keluarlah! Aku mau minta sedekah. Nyai Endiiiit…!” teriak si nenek.
Centeng- centeng itu berusaha menyeret si nenek yang terus berteriak-teriak, tapi tidak berhasil.
“Siapa sih yang berteriak-teriak di luar,” ujar Nyai Endit. “Ganggu orang makan saja!”
“Hei…! Siapa kamu nenek tua? Kenapa berteriak-teriak di depan rumah orang?” bentak Nyai Endit.
“Saya Cuma mau minta sedikit makanan karena sudah tiga hari saya tidak makan,” kata nenek.
“Lah..ga makan kok minta sama aku? Tidak ada! Cepat pergi dari sini! Nanti banyak lalat nyium baumu,” kata Nyai Endit.
Si nenek bukannya pergi tapi malah menancapkan tongkatnya ke tanah lalu memandang Nyai Endit dengan penuh kemarahan.
“Hei Endit..! Selama ini Tuhan memberimu rijki berlimpah tapi kau tidak bersyukur. Kau kikir! Sementara penduduk desa kelaparan kau malah menghambur-hamburkan makanan” teriak si nenek berapi-api. “Aku datang kesini sebagai jawaban atas doa para penduduk yang sengsara karena ulahmu! Kini bersiaplah menerima hukumanmu.”
“Ha ha ha … Kau mau menghukumku? Tidak salah nih? Kamu tidak lihat centeng-centengku banyak! Sekali pukul saja, kau pasti mati,” kata Nyai Endit.
“Tidak perlu repot-repot mengusirku,” kata nenek. “Aku akan pergi dari sini jika kau bisa mencabut tongkatku dari tanah.”
“Dasar nenek gila. Apa susahnya nyabut tongkat. Tanpa tenaga pun aku bisa!” kata Nyai Endit sombong.
Lalu hup! Nyai
Endit mencoba mencabut tongkat itu dengan satu tangan. Ternyata tongkat itu
tidak bergeming. Dia coba dengan dua tangan. Hup hup! Masih tidak bergeming
juga.
“Sialan!” kata Nyai Endit. “Centeng! Cabut tongkat itu! Awas kalau sampai tidak tercabut. Gaji kalian aku potong!”
Centeng-centeng itu mencoba mencabut tongkat si nenek, namun meski sudah ditarik oleh tiga orang, tongkat itu tetap tak bergeming.
“Ha ha ha… kalian tidak berhasil?” kata si nenek. “Ternyata tenaga kalian tidak seberapa. Lihat aku akan mencabut tongkat ini.”
Brut! Dengan sekali hentakan, tongkat itu sudah terangkat dari tanah. Byuuuuurrr!!!! Tiba-tiba dari bekas tancapan tongkat si nenek menyembur air yang sangat deras.
“Endit! Inilah hukuman buatmu! Air ini adalah air mata para penduduk yang sengsara karenamu. Kau dan seluruh hartamu akan tenggelam oleh air ini!”
Setelah berkata demikian si nenek tiba-tiba menghilang entah kemana. Tinggal Nyai Endit yang panik melihat air yang meluap dengan deras. Dia berusaha berlari menyelamatkan hartanya, namun air bah lebih cepat menenggelamkannya beserta hartanya.
“Sialan!” kata Nyai Endit. “Centeng! Cabut tongkat itu! Awas kalau sampai tidak tercabut. Gaji kalian aku potong!”
Centeng-centeng itu mencoba mencabut tongkat si nenek, namun meski sudah ditarik oleh tiga orang, tongkat itu tetap tak bergeming.
“Ha ha ha… kalian tidak berhasil?” kata si nenek. “Ternyata tenaga kalian tidak seberapa. Lihat aku akan mencabut tongkat ini.”
Brut! Dengan sekali hentakan, tongkat itu sudah terangkat dari tanah. Byuuuuurrr!!!! Tiba-tiba dari bekas tancapan tongkat si nenek menyembur air yang sangat deras.
“Endit! Inilah hukuman buatmu! Air ini adalah air mata para penduduk yang sengsara karenamu. Kau dan seluruh hartamu akan tenggelam oleh air ini!”
Setelah berkata demikian si nenek tiba-tiba menghilang entah kemana. Tinggal Nyai Endit yang panik melihat air yang meluap dengan deras. Dia berusaha berlari menyelamatkan hartanya, namun air bah lebih cepat menenggelamkannya beserta hartanya.
Di desa itu
kini terbentuk sebuah danau kecil yang indah. Orang menamakannya ‘Situ
Bagendit’. Situ artinya danau dan Bagendit berasal dari kata Endit. Beberapa
orang percaya bahwa kadang-kadang kita bisa melihat lintah sebesar kasur di
dasar danau. Katanya itu adalah penjelmaan Nyai Endit yang tidak berhasil kabur
dari jebakan air bah.
(SELESAI)
c. Mitos
(Mite)
Secara
sederhana, definisi mitos adalah suatu informasi yang sebenarnya salah tetapi
dianggap benar karena telah beredar dari generasi ke generasi. Begitu luasnya
suatu mitos beredar di masyarakat sehingga masyarat tidak menyadari bahwa
informasi yang diterimanya itu tidak benar. Karena begitu kuatnya keyakinan
masyarakat terhadap suatu mitos tentang sesuatu hal, sehingga mempengaruhi
perilaku masyarakat. Mitos atau mite (myth) adalah cerita prosa rakyat yang di
tokohi oleh para dewa atau makhluk setengah dewa yang terjadi di dunia
lain (kahyangan) pada masa lampau dan dianggap benar-benar terjadi oleh
yang punya cerita atau penganutnya. Mitos juga disebut Mitologi, yang kadang
diartikan Mitologi adalah cerita rakyat yang dianggap benar-benar terjadi dan
bertalian dengan terjadinya tempat, alam semesta, para dewa, adat istiadat, dan
konsep dongeng suci. Mitos juga merujuk kepada satu cerita dalam sebuah kebudayaan yang dianggap mempunyai kebenaran mengenai suatu
peristiwa yang pernah terjadi pada masa dahulu. Jadi, Mitos adalah cerita
tentang asal-usul alam semesta, manusia, atau bangsa yang diungkapkan dengan
cara-cara gaib dan mengandung arti yang dalam. Mitos juga
mengisahkan petualangan para dewa, kisah percintaan mereka, kisah perang
mereka dan sebagainya. Mengapa Mitos di Percaya? Sebab masyarakat beranggapan
mitos sangat berpengaruh pada kehidupan masyarakat, khususnya masyarakat
tradisional yang masih sangat kental budaya kedaerahannya. Mereka kebanyakan
mengabaikan logika dan lebih mempercayai hal-hal yang sudah turun temurun dari
nenek moyang. Pada dasarnya, mitos orang zaman dahulu memiliki tujuan yang baik
untuk kelangsungan hidup keturunannya Ada masyarakat yang mempercayai mitos
tersebut, ada juga masyarakat yang tidak mempercayainya. Jika mitos tersebut
terbukti kebenarannya, maka masyarakat yang mempercayainya merasa untung.
Tetapi jika mitos tersebut belum terbukti kebenarannya, maka masyarakat bisa
dirugikan. Mitos dipercaya sebagai ajaran nenek moyang tentang apa yang tidak
boleh dilakukan agar tidak tertimpa daerah.
· Beberapa
Contoh-Contoh Mitos:
1. Tertimpa
cicak tandanya sial . Sial di sini maksudnya dari tertimpa cicak itu sendiri.
Siapa yang tidak sial kalau sedang enak – enak duduk tiba – tiba tertimpa
cicak.
2. Wanita
tidak boleh duduk di depan pintu pamali . Zaman dahulu wanita masih menggunakan
rok, belum ada yang memakai celana. Jadi, kalau ada wanita yang duduk di depan
pintu pasti akan terlihat…ya gitu deh. Pasti banyak mengundang hawa nafsu.
3. Jangan
bersiul pada malam hari karena mengundang setan. Maksudnya adalah agar
tidak mengganggu orang – orang yang sedang tidur.
4. Memakai
payung di dalam rumah berarti sial. Ya sial kalau lagi ada banyak orang di
dalam rumah dan kita memakai payung. Mungkin orang – orang di sekitar Anda akan
merasa terganggu atau tercolok matanya.
Sumber : https://ulfamr.wordpress.com/2012/10/14/definisi-mitos-legenda-dancerita-rakyat/
d. Fabel
Fabel adalah
cerita yang menceritakan kehidupan hewan yang berperilaku menyerupai manusia.
Cerita tersebut tidak mungkin kisah nyata. Fabel adalah cerita fiksi, maksudnya khayalan belaka (fantasi). Kadang fabel
memasukkan karakter minoritas berupa manusia.
Kelinci dan Kura-Kura
Di sebuah hutan kecil di
pinggir desa ada seekor kelinci yang sombong. Dia suka mengejek hewan-hewan
lain yang lebih lemah. Hewan-hewan lain seperti kura-kura, siput, semut, dan
hewan-hewan kecil lain tidak ada yang suka pada kelinci yang sombong itu. Suatu
hari, si kelinci berjalan dengan angkuhnya mencari lawan yang lemah untuk
diejeknya. Kebetulan dia bertemu dengan kura-kura.
“Hei, kura-kura, si lambat,
kamu jangan jalan aja dong, lari begitu, biar cepat sampai.”
“Biarlah kelinci, memang
jalanku lambat. Yang penting aku sampai dengan selamat ke tempat tujuanku,
daripada cepat-cepat nanti jatuh dan terluka.”
“Hei kura – kura, bagaimana
kalau kita adu lari? Kalau kau bisa menang, aku akan beri hadiah apapun yang
kau minta!”
Padahal di dalam hati kelinci
berkata, “Mana mungkin dia akan bisa mengalahkanku?”
Kura-kura menjawab, “Wah,
kelinci mana mungkin aku bertanding adu cepat denganmu, kamu bisa lari dan
loncat dengan cepat, sedangkan aku berjalan selangkah demi selangkah sambil
membawa rumahku yang berat ini.”
Kelinci menjawab lagi, “Nggak
bisa, kamu nggak boleh menolak tantanganku ini! Pokoknya besok pagi aku tunggu
kau di bawah pohon beringin. Aku akan menghubungi Serigala untuk menjadi
wasitnya.”
Kura-kura hanya bisa diam
melongo. Di dalam hatinya berkata, “Mana mungkin aku bisa mengalahkan kelinci?”
Keesokan harinya si Kelinci
menunggu dengan sombongnya di bawah pohon beringin. Serigala juga sudah datang
untuk menjadi wasit. Setelah Kura-kura datang Serigala berkata.
“Peraturannya begini, kalian
mulai dari pohon garis di sebelah sana yang di bawah pohon mangga itu. Kalian
bisa lihat?”
Kelinci dan kura-kura
menjawab, “Bisa!”
“Nah siapa yang bisa datang
duluan di bawah pohon beringin ini, itulah yang menang.” Oke, satu, dua, tiga,
mulai!”
Kelinci segera meloncat
mendahului kura-kura, yang mulai melangkah pelan karena dia tidak bisa
meninggalkan rumahnya.
“Ayo kura-kura, lari dong!”
Baiklah aku tunggu disini ya.”
Kelinci duduk sambil
bernyanyi. Angin waktu itu berhembus pelan dan sejuk, sehingga membuat kelinci
mengantuk dan tak lama kemudian kelinci pun tertidur. Dengan pelan tapi pasti
kura-kura melangkah sekuat tenaga. Dengan diam-diam dia melewati kelinci yang
tertidur pulas. Beberapa langkah lagi dia akan mencapai garis finish. Ketika itulah
kelinci bangun. Betapa terkejutnya dia melihat kura-kura sudah hampir mencapai
finish sekuat tenaga dia berlari dan meloncat untuk mengejar kura-kura. Namun
sudah terlambat, kaki kura-kura telah menyentuh garis finish dan pak serigala
telah memutuskan bahwa pemenangnya adalah kura-kura. Si kelinci sombong terdiam
terhenyak, seolah tak percaya bahwa dia bisa tertidur. Jadi siapa pemenangnya
tentu saja kura-kura.
- Fungsi
fabel :
Fabel sering
digunakan sebagai cerita dalam rangka mendidik masyarakat. Misalnya cerita
tadi. Amanat yang dapat anda petik adalah jangan sekali-kali berbuat sombong.
Karena kesombongan bukan senjata yang tepat untuk memenangkan kejuaraan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar